SUDAH PINDAH RUMAH -> ADA KOKO

Ziarah ke Makam para Raja Sriwijaya

Senin, 25 Oktober 2010

Siguntang adalah nama sebuah perbukitan kecil di Kota Palembang. Di sinilah para raja Kerajaan Sriwijaya dimakamkan dengan upacara penghormatan dari sebuah negara adidaya.
Di bukit yang historis ini, terdapat tujuh makam tokoh Kerajaan Sriwijaya yang dianggap keramat, meliputi makam Raja Si Gentar Alam, makam Panglima Bagus Kuning, Panglima Bagus Karang, Putri Rambut Selako, Putri Kembang Dadar, Panglima Batu Api, dan makam Tuan Junjungan.

Konon, Bukit Siguntang dipercaya sebagai tempat peristirahatan terakhir raja Si Gentar Alam, salah satu raja Kerajaan Sriwijaya yang berasal dari Mataram Kuno. Sebelum menjadi bukit, Siguntang diperkirakan menjadi bagian daratan yang ada di Limbang Tanah Melayu, nama Kota Palembang pada masa itu. Namun karena peristiwa alam, banyak daratan yang tertutup oleh air, s
ehingga terbentuklah banyak kepulauan dan pegunungan di bawah laut dan samudera.

Pada masa itulah diperkirakan seorang raja dari Mataram Kuno
yang bergelar Si Gentar Alam pergi berlayar mencari daratan lain di Limbang Tanah Melayu dengan maksud memperluas daerah pemerintahan. Keberangkatannya menggunakan kapal yang dibenderai Lancang Kuning dikawal oleh dua pengawal bernama Panglima Bagus Kuning dan Bagus Karang. Mereka menaiki tiga kapal.

Suatu saat, karena belum paham mengenai wilayah pelayaran itu, mereka terpisah. Dua kapal pecah. Salah satu pecahannya ditemukan di daerah Karang Anyar, yaitu wilayah Palembang di pesisir Sungai Musi. Sedang satu kapal terdampar di Siguntang. Bukit Siguntang pada saat itu hanya berupa segumpal tanah yang mengapung di permukaan laut luas yang dalam Bahasa Melayu disebut dengan istilah ‘’terguntang-guntang’’ di atas air. Istilah itu berproses secara etimologis menjadi Tanah Siguntang.

Si Gentar Alam merupakan salah satu raja yang membawa kemasyuran Sriwijaya pada masa pemerintahannya. Pada abad VI-IX pengaruhnya mencapai Bali, Padang, Jambi, Lampung, Malaka, Singapura, Tiongkok, dan Brunai.

Karena pengaruhnya yang luas, mitos-mitos pun beredar seputar dirinya. Kesaktiannya digambarkan dengan sebuah kemampuan menggetarkan bumi manakala dia marah dan menghentakkan kakinya ke tanah. Karena kesaktian itulah dia diberi gelar Raja Si Gentar Alam.

Pada abad X-XIII, Kerajaan Sriwijaya yang pusatnya berada di tepi Sungai Musi mengalami keruntuhan. Raja Si Gentar Alam pun mulai menganut agama Islam yang dibawa masuk oleh pedagang-pedagang dari Arab, seperti Panglima Batu Api dari Jeddah dan Tuan Junjungan. Memeluk agama baru, Raja Si Gentar Alam dianugerahi nama Tuan Iskandar Syah, yang kemudian tersohor hingga ke Malaka. Raja Si Gentar Alam didampingi dua istri, yaitu Putri Rambut Selako yang nama Aslinya Damar Kencana Wungu (putri Prabu Brawijaya dari Mataram), dan Putri Kembang Dadar dari Palembang yang mempunyai nama lain Putri Bunga Melur.

Tanah yang dulunya berada di permukaan air tersebut lama kelamaan menonjol karena perairan yang kian menyurut hingga membentuk perbukitan. Begitu pula Bukit Siguntang yang hingga saat ini membentuk bukit kecil di Kota Palembang. Bukit ini sudah menjadi tempat wisata ‘’Taman Bukit Siguntang’’. Selain dapat melihat makam-makam piranti Kerajaan Sriwijaya yang pernah jaya, pengunjung dapat mempelajari sejarah Sriwijaya melalui pengamatan relief-relief yang ada di sekitar makam Raja Si Gentar Alam atau cerita-cerita dari juru kuncinya. Silakan berkunjung ke Palembang! (Prakoso Bhairawa Putera - Kontributor Inside Sumatera)

Sumber : Inside Sumatera, 20 Oktober 2010
READ MORE - Ziarah ke Makam para Raja Sriwijaya

Lembaran Elektronik Daring

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memberikan kemudahan dengan cara menggunakan peralatan atau metode kerja yang lebih canggih dengan menyajikan data-data yang telah diolah dan siap digunakan oleh pengguna untuk berbagai macam keperluan dalam rangka kelancaran aktivitas secara keseluruhan.

Perkembangan dalam metode pengelolaan arsip modern memiliki pendekatan yang dinamakan arsip elektronik atau sering disebut juga arsip digital. Arsip elektronik merupakan arsip yang sudah mengalami perubahan bentuk fisik dari lembaran kertas menjadi lembaran elektronik. Proses konversi arsip dari lembaran kertas menjadi lembaran elektronik disebut alih media. Proses alih media menggunakan perangkat komputer yang dibantu dengan perangkat scanner kecepatan tinggi.

Hasil alih media arsip disimpan dalam bentuk file-file yang secara fisik direkam dalam media elektronik seperti hard disk, CD, DVD dan lain-lain. Penyimpanan file-file ini dilengkapi dengan database yang akan membentuk suatu sistem arsip elektronik yang meliputi fasilitas pengaturan, pengelompokan, dan penamaan file-file hasil alih media. Keuntungan dari arsip elektronik adalah terdapatnya salinan arsip dalam bentuk elektronik, terjamin terekamnya informasi yang terkandung dalam lembaran arsip, kemudahan akses terhadap arsip elektronik, kecepatan penyajian informasi yang terekam dalam arsip elektronik, keamanan akses arsip elektronik dari pihak yang tidak berkepentingan, dan sebagai fasilitas backup arsip-arsip vital.

Sistem arsip elektronik merupakan otomasi dari sistem arsip manual. Oleh karena itu, sistem arsip elektronik sangat tergantung dengan sistem arsip manual. Sistem arsip elektronik tidak akan terbentuk tanpa ada sistem arsip manual.

Cabinet dan map virtual merupakan database yang meniru bentuk dari cabinet dan map nyata yang dipergunakan pada sistem kearsipan konvensional. Hanya bedanya, jika di dalam cabinet dan map nyata, kemampuan menampung arsip terbatas, tetapi jika pada cabinet dan map maya ini kemampuan menampung datanya tidak terbatas, yang membatasi adalah kemampuan fisik hard disk dalam menyimpan data digital. Sedangkan lembar arsip yang tersimpan di dalam map virtual, bisa berbentuk file dokumen atau gambar. File dokumen adalah file-file yang dibuat dari Microsoft Word, Excel, Powerpoint, dan sebagainya. Sedangkan file gambar adalah file yang berupa gambar sebagai hasil scanner atau import bitmap dari media yang lain. File gambar sebagai hasil scanner merupakan salah satu proses kegiatan alih media.

Pengertian alih media sebagaimana diatur dalam PP Nomor 88 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan ke dalam Mikrofilm atau Media lainnya adalah alih media ke mikrofilm dan media lain yang bukan kertas dengan keamanan tinggi, misalnya CDRom. Dengan demikian, alih media yang dimaksud adalah transfer informasi dari rekaman yang berbasis kertas ke dalam media lain dengan tujuan efisiensi.

Paradigma baru

Arsip lembaran elektronik yang hanya bisa diakses secara lokal, mulai dirasakan kurang sesuai dengan tuntutan globalisasi yang menghendaki akses bergerak dan bisa diperoleh dari mana pun. Terobosan baru dengan lembaran elektronik daring (online) menjadi solusi yang tepat. Konsep ini secara singkat sebenarnya hanya melanjutkan dari arsip elektronik dihubungkan dengan dunia maya (koneksi internet).

Pengelolaan lembaran arsip elektronik telah merepresentasikan materi sehingga dapat dibaca oleh mesin (komputer), kemudian disimpan, dipertahankan, serta diakses pada saat dibutuhkan secara lokal. Lebih luas lagi, konsep sistem pengelolaan arsip elektronik secara daring dapat diartikan juga sebagai perpustakaan digital. Dokumen yang disimpan pada internet server harus dapat diakses dari komputer mana pun yang terkoneksi dengan internet. Pengaksesan dokumen ditentukan oleh format dokumen yang dibuat pada proses digitalisasi.

Format tekstual yang disimpan pada server lembaran arsip elektronik daring sama seperti perpustakaan digital, yaitu dalam bentuk HTML (hyper-text markup language) sebagai bahasa presentasi dokumen pada halaman web dan *.pdf (portable document format) yang dibuat melalui teks prosesor Adobe Acrobat. Selain *.pdf, format tekstual lainnya yang digunakan secara luas adalah dari jenis postscript (*.ps).

Format dokumen elektronik lainnya yang banyak digunakan dan bersifat lebih generik adalah citra dengan ekstensi *.jpg, *.bmp, *.tiff ataupun *.png. Dokumen itu disebut generik karena dapat diakses melalui browser internet yang hampir selalu terinstalasi pada setiap komputer, seperti Netscape ataupun Internet Explorer. Selain itu, jenis dokumen image dapat dibuka dan diproses lebih lanjut melalui program-program photo editor, seperti: ACDSee, Paint, Adobe Illustrator ataupun Adobe Photoshop.

Lembaran elektronik dalam sistem multimedia, dapat juga disimpan dalam bentuk suara dan video. Bentuk lembaran elektronik suara yang digunakan secara luas berekstensi *.wav ataupun *.mp3. Bentuk dokumen video yang banyak digunakan adalah *.mpeg. Kehadiran dokumen-dokumen multimedia yang atraktif ini, memungkinkan interaksi antara manusia dan komputer membaik dan merupakan pendorong pemanfaatan dokumen elektronik, khususnya dalam dunia entertainment.

Kehadiran sistem lembaran elektronik dalam jaringan, menjadikan arsip dapat diakses oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Dengan demikian, penyebaran dan penggunaan arsip akan semakin luas. Tantangan yang mengiringi pengelolaan arsip secara daring adalah penyediaan sarana dan infrastruktur penyimpanan yang memadai serta layanan yang baik. Tantangan-tantangan tersebut dapat diatasi melalui pemanfaatan teknologi open sources, serta layanan metadata.

Lembaran elektronik dalam jaringan memberikan manfaat untuk mengurangi efek duplikasi terhadap karya intelektual, karena bila terjadi duplikasi akan dengan mudah dan cepat diketahui, karena adanya pengarsipan secara daring.***

Oleh PRAKOSO BHAIRAWA PUTERA, Penulis, peneliti muda kebijakan dan perkembangan iptek Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Publikasi di Pikiran Rakyat, 25 Oktober 2010
READ MORE - Lembaran Elektronik Daring

Kerancuan Berbahasa (1)

Rabu, 20 Oktober 2010

DALAM sebuah seminar bulanan yang pernah saya ikutin akhir pertengahan tahun 2007 yang lalu, pada salah satu fakultas di perguruan tinggi ternama di salah satu kota pulau Sumatera. Banyak sekali orang muda yang hadir dan ikut mengutarakan pendapat dalam forum tersebut. Satu persatu saya dengarkan setiap pendapat mereka, tidak lama kemudian saya kebingungan. Tanpa saya sadari mereka begitu asyik dengan bahasa masing-masing. Ada yang senang mencampurkan bahasa inggris di setiap pembicaraanya, ada juga bahasa Minang yang ikut dicampur adukkan, bahkan bahasa Indonesia, inggris dan Minang menjadi satu dalam satu kalimat yang ia ucapkan. Lalu, diam-diam dalam hati saya bertanya. “Ada dimanakah saya sekarang?” kebingungan. “Ya,..Kebingungan!!!”

Saya kemudian berpikir, jika bahasa yang tadi saya dengar adalah ragam sayuran akan begitu enak bila dicampurkan apalagi bila ditambah bumbu kacang – maka jadilah pecel atau gado-gado lalu disantap. Tentunya akan terasa nikmat, tetapi bahasa bukanlah ragam sayuran, dan bila dicampur adukkan maka penafsiran ganda pun akan muncul.

Saya masih kebingungan, sesaat saya teringat akan pelajaran di bangku SMA. Guru bahasa Indonesia saya berkata bahwa dalam setiap masyarakat, bahasa selalu ditemukan dua jenis pola berbahasa; resmi dan pergaulan, fushah dan amiyah dalam istilah bahasa Arab. Bahasa resmi biasanya diidentifikasi sebagai bahasa yang dipakai dalam surat menyurat resmi, bahasa pengantar lembaga pendidikan, pidato-pidato para pejabat, buku-buku dan tulisan ilmiah, serta pemberitaan media massa. Sementara bahasa pergaulan dipakai kebanyakan dalam tataran lisan; percakapan sehari-hari, komedi situasi, serta orasi-orasi umum. Secara sederhana, orang mengidentifikasi bahasa pergaulan ini sebagai “bahasa pasar” atau orang muda lebih senang mengatakan “bahasa gaul”

Tapi betulkah dua kategorisasi pola berbahasa itu berlaku dalam realitas kita? Entah siapa yang memulai, kita belakangan sering menemukan bahasa pasar dalam surat-surat resmi, pidato-pidato kenegaraan, berita dan tulisan-tulisan di koran. Begitu juga sebaliknya, kita kadang harus tertawa mendengar “bahasa resmi” dipakai seseorang dalam pergaulan, entah karena ia “orang daerah” atau “orang asing“ yang baru belajar ber-“bahasa Jakarta”, atau karena memang ia nggak gaul.

Beberapa bulan kemudian saya mendengar bahwa di tingkat propinsi ini akan diadakan pemilihan Duta Bahasa yang dipilih dari perwakilan orang muda. Sebuah kegelisahan yang mungkin akan segera teratasi dengan hadirnya mereka. Walaupun dalam hati kecil saya masih bertanya “apa itu Duta Bahasa ?”

Dalam suatu kesempatan, lantaran masih bingung dan makin bingung dengan adanya istilah “Duta Bahasa”. Mr. Google pun menjadi sasaran pertanyaan. Berdasarkan hasil penelusuran, baru sedikit pencerahan saya dapatkan. Duta Bahasa, merupakan implementasi dari tekad dan semangat pemuda, melalui pemilihan sepasang pemuda wakil propinsi yang mahir berbahasa Indonesia, yang menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. begitulah kalimat yang muncul dari salah satu artikel yang saya baca. Sebuah tugas yang mulia dalam pikiran saya.

Semangat mulai saya kobarkan, dengan sedikit tanpa malu beberapa rekan saya tawarkan untuk mengikuti pemilihan tersebut. Namun, saya terkejut, dan karena kurang lengkap saya membaca info. Ternyata pemilihan tersebut masuk dalam pemilihan Uda-Uni Sumatera Barat. Rasa bersalah dengan rekan-rekan harus menuntut saya menyampaikan maaf, tetapi tekad terus dikobarkan.

“Semoga tahun depan!” begitulah kalimat yang sedikit membesarkan mereka.

“Tapi harus ikut menjadi Uda-Uni dulu?” saya terdiam hingga sekarang.

Terlepas dari itu semua, dalam diri mulai tumbuh kesadaran untuk berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan indah. Ketika berbahasa asing, berbahasa asinglah dengan baik! Ketika berbahasa daerah, berbahasa daerahlah dengan baik! Ketika berbahasa nasional, berbahasa nasional dengan baik pula!, dan tentunya para Duta Bahasa terpilih tersebut.*** (Prakoso Bhairawa Putera)
READ MORE - Kerancuan Berbahasa (1)

Penguatan Fundamen Pendidikan Karakter

Jumat, 15 Oktober 2010

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera

PELIKNYA kondisi yang ada disekitar tunas bangsa saat ini membuat banyak kalangan prihatin. Sehingga muncul kegundahan bernada “mau dibawa ke mana anak-anak Indonesia ke depan?”. Jika berani memetan setiap permasalahan yang ada mengelilingi anak-anak, pendidikan adalah salah satu jawaban yang dengan mudah keluar dari setiap mulut penghuni republik ini.

Pendidikan telah sejak lama diperjuangan oleh para pahlawan seperti Ki Hajar Dewantara, dkk yang nilai-nilai patriotismenya selalu dan akan selalu diperingati setiap tahun di bulan Mei. Selalu ada wacana yang hampir sama dibeberapa tahun terakhir ketika berbicara pendidikan. Pendidikan Karakter terus mengemuka seiring dengan tuntutan untuk meletakkan pendidikan pada ramah yang penting bagi tunas muda bangsa.

Azyumardi Azra (2010) dalam artikel Agama, Budaya, dan Pendidikan Karakter Bangsa mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan langkah penting dan strategis dalam membangun kembali jati diri bangsa dan menggalang pembentukan masyarakat Indonesia baru.

Masyarakat Indonesia baru adalah kebutuhan untuk melihat generasi mendatang dengan penguatan nilai-nilai dan rasa ke-Indonesia-an berpegang pada pancasila dan undang-undang dasar 1945. Nilai dan rasa ini kemudian sudah seharusnya diimplementasi dalam sistem pendidikan di Indonesia. Pendidikan nilai dilakukan dengan penanaman rasa sejak dini yang kemudian dilakukan secara berlanjut hingga ke institusi masyarakat umum. Kesemuanya bermuara pada moral.

Krisis moral sebagaimana dikemukan Muhammad Anis Matta (2002), menimbulkan begitu banyak ketidakseimbangan di dalam masyarakat yang tentunya tidak membuat masyarakat bahagia. Ada empat penyebab keterjebakan pada kondisi tersebut, yaitu adanya penyimpangan pemikiran dalam sejarah pemikiran manusia yang menyebabkan paradoks antarnilai, misalnya etika dan estetika, hilangnya model kepribadian yang integral, yang memadukan kesalihan dengan kesuksesan, kebaikan dengan kekuatan, dan seterusnya, munculnya antagonisme dalam pendidikan moral, dan lemahnya peranan lembaga sosial yang menjadi basis pendidikan moral.

Moral menjadi bagian dari watak yang terbentuk sejak seseorang berinteraksi dari lingkungan terkecilnya, dengan demikian penguatan akan ajaran baik buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan susila lainnya menjadi mutlak. Penguatan terhadap dasar (fundamen) dari pendidikan karakter menjadi perhatian awal.

Ada empat ciri dasar dalam pendidikan karakter. Keempat ciri ini dikemukakan oleh FW Foerster dalam buku Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global (Doni Koesoema A, 2007). Ciri dasar tersebut dapat dianalogikan sebagai fundaman untuk dapat menegakkan kokohnya jati diri generasi mendatang bangsa ini. Ciri yang diberikan Foerster dimulai dengan keteraturan interior, koherensi, otonomi, dan keteguhan kesetiaan.

Fundamen pertama menitik beratkan pada keteraturan interior dengan ukuran berdasarkan hierarki nilai terhadap setiap tindakan. Kunci dari fundamen ini adalah penguatan nilai yang menjadi pedomanan normatif dari setiap tindakan. Penguatan nilai dapat diperoleh dari ajaran agama, moral keluarga, aturan adat, ataupun semua jenis keteraturan yang merujuk pada kepatutan dan kelayakan.

Kedua, Koherensi yang memberi keberanian. Koherensi menjadi keselarasan yang mendalam antar nilai sehingga seseorang memiliki keteguhan akan prinsip, niat, dan guncangan yang akan timbul dalam diri. Kunci dari fundamen ini adalah penguatan akan rasa percaya terhadap satu sama lain. Rasa percaya dibangun karena adanya komitmen akan tujuan pencapaian. Kredibilitas sangat ditentukan dari fundamen ini.

Otonomi menjadi fundamen ketiga yang patut dikuatkan dalam pendidikan karakter. Otonom menjadikan seseorang menginternalisasikan aturan dari lingkungan dan nilai yang ada dalam diri untuk selanjutnya menjadi kesepakatan tindak dan laku pribadi. Internalisasi merupakan penghayatan terhadap suatu nilai yang diyakini dan disadari akan kebenaran nilai yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Otonom memberikan seseorang dapat melakukan pemilihan dan penilaian atas keputusan tanpa intervensi dari pihak manapun.

Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Fundamen ini lebih bertitik tumpu pada daya tahan seseorang dalam melaksanakan apa yang dipandang baik, dan kekuatan untuk tetap patuh atas komitmen yang dipilih.

Penguatan keempat fundamen ini menjadi prasyarat yang harus diperhatikan dalam setiap metode ataupun bahan ajar dalam penanaman nilai dan rasa dalam pendidikan karakter. Alangkah indah dan tidak mustahil kiranya Masyarakat Indonesia Baru yang berkarakter akan hadir di bumi Nusantara ini.***

Sumber: Tabloid Bali Bicara, 13 Oktober 2010
READ MORE - Penguatan Fundamen Pendidikan Karakter

Buku # Memahami dan Membaca Cerpen

Rabu, 13 Oktober 2010

Buku Membaca dan Memahami Cerita Pendek ini, alhamdulillah dapat hadir ditengah-tengah kita semua. Buku ini terbagi dalam dua bagian. Bagian pertama dari buku memberikan panduan ataupun pengatar mengenai cerita pendek dan di bagian kedua buku ini berisi cerita-cerita pendek dari Koko P Bhairawa.

Buku ditulis sebagai suplemen (tambahan) yang layak untuk dibaca oleh adik-adik remaja seusia sekolah menengah pertama dan atas. Buku ini memuat pengetahuan awal untuk memahami dan membaca cerita pendek yang menjadi salah satu kopetensi pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Banyak pengetahuan praktis dan mudah dalam memahami cerita pendek ala kak Koko P Bhairawa.
READ MORE - Buku # Memahami dan Membaca Cerpen

Masih Ada Sambel Goreng Ati

Senin, 04 Oktober 2010


Cerpen ini dipublikasi di Bangka Pos, edisi 03 Oktober 2010.

Kumandang takbir mulai memenuhi seisi kampung, sebulan sudah kesucian dan keberkatan memenuhi tiap rumah penduduknya.

“Pak, apakah setelah Ramadhan usai, kampung kita tidak diberkahi oleh Allah?” tanya polos Mualimin pada sang bapak sembari menyaksikan anak-anak kampung yang sedang bermain kembang api.

“Kampung kita tetap dan terus diberkahi, asal semangat ramadhan selalu dibawa ditiap-tiap bulan berikutnya” jelas bapak mendekati Mualimin. Sejurus kemudian tangan bapak telah dikedua pundak anaknya berusia tujuh tahun itu.

“Bersuka citalah, raih kemenangan atas usahamu sebulan penuh!” tatapan mata bapak penuh dengan kebahagiaan masuk dari pupil mata hingga tertanam di hati.

Mualimin Rasyid adalah nama lengkapku, anak kedua dari lima bersaudara, yang dibesarkan diantara lindungan perbukitan hijau dengan gemercik air dari aliran sungai kecil. Semerbak aroma pepohonan dengan beragam cita rasa selalu sesak menyinggahi hidung setiap kami memasuki kampung kami. Maklum sebagai sebuah perkampungan kecil dipinggiran kota kabupaten, kampung ini masih terasa asri.

Masyarakatnya hidup dengan damai, menikmati siaran berita RRI di pagi, siang, sore dan malam hari. Selepas beraktivitas di kebun bukit dan kantor-kantor kecil di desa, siaran RRI menjadi pelipur lara terlebih menantikan berbuka puasa.

Seusai berbuka dan menjalankan ibadah solat Magrib, ramai anak-anak seusiaku berlarian menuju masjid kecil di ujung perkampungan. Cahaya lampu lima watt ditiap sepuluh meter jalan cukup menerangi kampung yang tak lebih banyak dari dua lima kepala keluarga. Selalu ada keceriaan, belajar mengaji, rebutan pentungan bedug tatkala lima waktu solat tiba, dan ketika sahur ramai berkeliling membangunkan orang-orang kampung dengan tabuhan rebana yang tak jelas irama dan nada.

Usai berbuka puasa terakhir, kampung ramai. Anak-anak berlarian dengan memutar tangkai yang memercikkan api lalu melemparkannya ke pepohonan depan rumah. Sungguh indah malam penuh kemenangan. Pengeras suara kampung seakan tak mau kalah, saluran RRI yang berisi takbir disiarkan langsung ke penjuru kampung. Ibu-ibu dan anak-anak perempuannya asyik menata meja tamu dengan toples berisi kue. Sesekali susunan yang telah rapi berganti, satu dua kali ubah formasi hingga dipandang pas dan sepadan dengan ukuran dan bentuk meja.

Ibu-ibu dan remaja putri kampung punya tradisi bersama-sama membuat kue. satu dua rumah secara bersama menyumbang tepung ataupun bahan lain untuk membuat kue bersama, sehingga tak aneh rasanya bila bertamu ketika hari raya akan menemukan kue dengan bentuk dan jenis yang sama antara rumah yang satu dengan yang lainnya.

“Mual,..ayo makan,..sambel goreng ati sudah siap!” dari dapur terdengar suara khas Ibu memanggil menghentikan asyiknya menyaksikan perayaan malam takbir.

“Ayo makan, nanti ikut bapak ke masjid membagikan zakat fitrah.” Kini bapak yang sedari tadi menemaniku beranjak dan menuntun ke dapur.

Suasana damai dan penuh dengan kerinduan seakan menjadi mimpi indah. Semerbak aroma pepohanan mulai berganti dengan bau solar dari mesin tambang. Masjid kampung tidak lagi merelay siaran dari RRI tapi ceramah agama dari CD bajakan tiap sore diputar saat Ramadhan.

Tarawih dan ramainya masjid simbolisme yang terhenti ketika kumandang takbir berbunyi. Anak-anak mengaji di facebook dan twitter.

Berlarian dengan memutar-mutar kembang api hanya milik anak-anak yang tidak memiliki akun di dunia maya. Berbalasan dari dinding ke dinding di jejaring sosial menjadi lebih penting ketimbang membuat kue. Remaja putri lebih suka menemani ibu-ibunya membeli kue-kue hasil buatan warga kampung sebelah yang menyebar kertas daftar kue dan harga sebulan sebelumnya.

Kue-kue di atas meja tiap rumah di kampung lebih seragam, tidak hanya satu atau pun dua rumah saja dengan jenis dan bentuk yang sama. Dari ujung kampung hingga rumah dekat dengan masjid pun hampir-hampir sama menata kue dengan rupa sama. Kebersamaan benar-benar lekat dengan kampungku.

Limun dan sirup tak laku di meja depan, beragam minuman kaleng ataupun air mineral kemasan lebih menjadi idola. Membuat mang Udin pemilik warung kampung harus jauh-jauh hari memesan kebutuhan itu di kota. Bahkan sebulan sebelum takbir berkumandang di dapur ataupun di bawah tempat tidur warga kampung telah dipenuhi tumpukan minuman kaleng atau air mineral kemasan.

Kampung tetap ramai, tetapi itu hanya seminggu atau lebih tepatnya tiga hari jelang Syawal dan tiga hari setelah lebaran. Berbondong-bondong anak-anak yang dulu bermain dan berkejaran di halaman masjid kembali dari kota-kota di Jawa dan Sumatera. Dandanan mereka keren-keren dan lebih modis, artis-artis sinetron yang mulai dikenal sejak kotak bergambar dan bersuara dilihat warga kampung kini menjelma dalam diri anak-anak mereka. Peralatan elektronik serupa komputer jinjing, ponsel ataupun i phone serasa wajib dimiliki. Lantaran sinyal dari menara pemancar operator telekomunikasi yang masih sedikit di kampung, akhirnya mereka jarang berada di dalam rumah.

Mereka lebih suka duduk dan mondar mandir di depan beranda dengan telinga dilekatkan alat canggih bernama ponsel. Mereka berjalan-jalan di dunia maya dengan jaringan seadanya, jiwa mereka hidup, bercanda, saling colek dan sekedar menimpalin komentar teman barunya. Tradisi anak-anak Melayu memang lekat dalam jiwa mereka, walau kini semuanya bertransformasi. Pantun dengan rima senada selalu terdengar tiap kali mang Ali si juragan sahang mencoba menyapa bik Siti tetangga sebelah yang sedang menyapu di halaman.

“Pergi ke hutan mencari jati, sebelumnya minum jamu. Wahai adinda Siti, apa kabarmu?”

Namun, anak-anak Melayu tetaplah anak Melayu, tradisi menyapa dan bersilahturahmi menjadi lebih sederhana dengan berbalasan pesan walau harus menunggu beberapa saat baru bisa terkirim. Waktu telah menyederhanakan dan membuat semuanya terasa mudah. Walau masih saja ada yang tak lekang oleh waktu, lampu lima watt tetap setiap menemani jalan kampung yang tak pernah bisa lebih baik dari lubang dan kerikil. Tiang lampu dari kayu hutan masih juga belum lapuk, walau beberapa diantaranya telah berganti.

“Tak pulang lagi kau Mual,..?”

“Berlebaran sendirian kau di sana?” tanya bapak.

“Masih ada sambel goreng ati pak?” tanya Mual balik.

“Masih, dan akan tetap tersaji di meja meski kau telah dua syawal tak pulang!”


Rawamangun, 3 Syawal 1431 H



Tentang Penulis:


Koko P. Bhairawa nama pena Prakoso Bhairawa Putera. Lahir di Tanjung Pandan (pulau Belitung), 11 Mei 1984. Ia merupakan Duta Bahasa tingkat Nasional 2006. Cerita pendeknya termuat dalam kumpulan cerpen pemenang Sayembara Menulis Cerpen tingkat Nasional 2005 La Runduma (2005), Uda Ganteng No 13 (2006), Menggapai Cahaya (2006), Aisyah di Balik Tirai Jendela (2006), dan kumpulan cerpen tunggal pertama bertajuk Aku Lelah Menjadi Cantik (2009) membawanya menjadi salah satu Penulis Muda Berbakat di Khatulistiwa Literary Award (KLA) 2009. Saat ini tercatat sebagai peneliti muda di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
READ MORE - Masih Ada Sambel Goreng Ati

 
 
 

BERGABUNG DENGAN BLOG INI

PENJAGA LAMAN

Foto Saya
prakoso bhairawa
Lahir di Tanjung Pandan (pulau Belitung), 11 Mei 1984. Ia memiliki nama pena KOKO P. BHAIRAWA. Duta Bahasa tingkat Nasional (2006) ini kerap menulis di berbagai media cetak Nasional dan Daerah. Buku-bukunya: Megat Merai Kandis (2005), La Runduma (2005), Ode Kampung (2006), Uda Ganteng No 13 (2006), Menggapai Cahaya (2006), Aisyah di Balik Tirai Jendela (2006), Teen World: Ortu Kenapa Sih? (2006). Asal Mula Bukit Batu Bekuray (2007), Medan Puisi (2007), 142 Penyair Menuju Bulan (2007), Ronas dan Telur Emas (2008), Tanah Pilih (2008), Putri Bunga Melur (2008), Aku Lelah Menjadi Cantik (2009), Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009), Cerita Rakyat dari Palembang (2009), Wajah Deportan (2009), Pendekar Bujang Senaya (2010), Ayo Ngeblog: Cara Praktis jadi Blogger (2010), dan Membaca dan Memahami Cerpen (2010). Tahun 2009 menjadi Nominator Penulis Muda Berbakat – Khatulistiwa Literary Award. Saat ini tercatat sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Beralamat di koko_p_bhairawa@yahoo.co.id, atau di prak001@lipi.go.id
Lihat profil lengkapku