SUDAH PINDAH RUMAH -> ADA KOKO

SMS dan Komunikasi Publik

Rabu, 27 Januari 2010

: Melihat Lebih dekat Terobosan XL Axiata Menciptaan Komunikasi Publik

”BBM terpaksa dinaikan, agar subsudi dapat dialihkan dari orang kaya kepada rakyat miskin. Bantu awasi SUBSUDI TUNAI kepada rakyat miskin. Terima Kasih”. Begitulah bunyi pesan singkat berupa short message service (SMS) yang dikirimkan Departemen Komunikasi dan Informasi pada suatu sore sehari setelah pemberlakukan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) 2 tahun silam, dan pesan singkat itu mampir juga di ponsel penulis.

Ternyata kecanggihan teknologi komunikasipun disadari oleh pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai salah satu alternatif media sosialisasi yang cukup efektif mengingat sistem melalui pesan singkat hampir bisa dipastikan diterima oleh setiap warga. Sebenarnya bila dilihat sejak pertama kali satelit komunikasi mengorbit, dunia serentak bersorak bahwa saat itulah kita telah memasuki era komunikasi global. Dimana dunia kini tak lagi berjarak Namun demikian, kita tak boleh melupakan sejarah. Peletak fondasi pertama komunikasi jarak jauh adalah Alexander Graham Bell dengan ditemukannya telepon pada tahun 1875. Dua tahun sesudah penemuan itu, Bell mendirikan perusahaan yang disebut sebagai AT&T WorldNet Service dan kini termasuk perusahaan bisnis terbesar di dunia. Di Amerika sendiri memiliki beberapa perusahaan pesaing, di antaranya: AOL (American Online), Prodigy Internet.


Terlepas dari itu semua dalam satu dasawarsa terakhir, perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi mengalami akselerasi yang luar biasa. Salah satu anak produk teknologi tersebut ialah telepon selular (ponsel), yang saat ini telah menjadi sebuah hal yang amat biasa keberadaannya di tengah masyarakat. Percepatan dinamika aktivitas dalam masyarakat, mampu menempatkan teknologi informasi ini pada posisi penting dan strategis. Tuntutan zaman juga mendorong terjadinya revolusi teknologi informasi.

Memanfaatkan SMS

Pada akhirnya hadirlah berbagai macam ponsel dengan kecanggihan demi kecanggihan, yang semuanya dapatlah dilihat dari fitur-fitur yang ditawarkan. Namun, selalu ada fitur standar. Dalam hal ini, fitur ‘primitif’ ponsel berupa Short Messaging Service (SMS). Kehadiran fitur ini sebenarnya menarik untuk dicermati. SMS sudah menjadi bagian pasti dari kehidupan sehari-hari para pengguna ponsel dibandingkan dengan fitur yang lain.

Pada dasarnya, SMS menyerupai konsep konstruksi virtual. Dimana kehadiran SMS mampu melanggar konsep masyarakat dalam sosiologi yang berbasiskan wilayah geografik (teritorial). Selain itu, pola hubungan sesama pengguna SMS tidak mensyaratkan adanya interaksi langsung antar mereka, sehingga terdapat proses yang kurang sempurna dalam interaksi sosiologis. Pada titik inilah, menurut Kahardityo – muncullah diskursus baru dalam wacana sosiologi yang menyangkut ruang virtual, yaitu bahwa masyarakat mengalami transformasi interaksi yang mengubah sebagian perilaku berinteraksi yang selama ini sudah eksis dalam dunia riil.

Pola interaksi yang sebelumnya mengharuskan bertemu tatap muka dengan seseorang, tergantikan sudah melalui komunikasi via gelombang, mesin, atau kabel. Disanalah terjadi proses munculnya simbol-simbol baru yang beragam makna, menggeser esksistensi pola interaksi sebelumnya. Bentuk-bentuk komunikasi baru menjadi sangat tergantung dengan wahana teknologinya. Dalam hal ini, SMS berbasis komunikasi teks dan pencitraan yang di bangun dari rangkaian karakter-karakter huruf dan atau tanda baca tulis tertentu.

Pada SMS, keformalan menjadi bergeser menuju ketakformalan. Hal ini mengingat keterbatasan karakter yang diperbolehkan pada suatu ponsel, sehingga aspek-aspek formal yang cenderung lama dan penuh basa-basi menjadi luntur. Unsur-unsur yang merujuk pada adanya stratifikasi sosial mencair menjadi lebih egaliter. Di lain sisi, SMS juga memperlemah unsur dramaturgi dalam pola interaksi antar individu. Kendati demikian, kesederhanaannya itulah yang membuatnya menjadi amat efektif. Dalam konteks ini, SMS menunjukkan kemiripannya kembali dengan beberapa wahana lain dalam ruang virtual.

Sesungguhnya, gejala pengguna SMS, relatif mirip dengan profil pengguna medium dan jenis teknologi komunikasi yang lain untuk beberapa hal tertentu. Pada penelitian yang telah dilakukan oleh Kahardityo (2001) dan Haryati (2004) tentang para chatter yang melakukan aktivitas chatting, kemudian Adi Onggoboyo (2004) tentang para blogger pada aktivitas blogging-nya, didapati kesamaan bahwa kecenderungan pengguna lebih bermotifkan, baik chatting dan blog, sebagai sebuah media hiburan dan cenderung mereka fungsikan untuk aktivitas membuat dan atau memperkuat hubungan kekeluargaan dan pertemanan. Dalam hal ini, di Indonesia, kecenderungan umum pengguna SMS tidaklah jauh berbeda dengan hasil tersebut.

Mengacu pada perspektif David McClelland, bahwa dengan demikian, kebanyakan masyarakat Indonesia memiliki need of affiliation yang tinggi. Akan tetapi, sifat sosial masyarakat tersebut, cenderung lebih banyak berada pada kawasan masayarakat statis. Artinya, kegunaan SMS dalam kesehariannya, jauh lebih banyak dalam rangka pemenuhan hasrat need of affiliation-nya dibandingkan dengan kerangka yang lain. Misalnya: SMS sekadar menanyakan kabar, curhat, atau menggosipkan yang tidak perlu. Maka, berbicara efektifitas SMS, pada konteks ini, SMS cenderung digunakan masyarakat statis untuk efektifitas penguatan pola-pola hubungan sosial dan kekeluargaan. SMS mereka cenderung kurang efektif pada hal-hal yang informatif, namun sebetulnya tidak perlu dan atau tidak penting.

Sementara, perspektif pada masyarakat dinamis, efektifitas SMS merujuk pada holistikasi yang sinergis antar ketiga kecenderungan perspektif McClelland, yaitu, relatif memiliki fungsi yang sama baik itu untuk need of affiliation, need of power, dan need of achievement. Dalam hal ini SMS menjadi amat maksimal digunakan oleh mereka, meski tidak jarang mereka lebih menggunakan ponselnya untuk berbincang langsung dengan orang lain.

Efektif dan Efisien

Kalau begitu, sesengguhnya dalam masyarakat kita telah terjadi cultural lag terhadap teknologi ponsel, yang mungkin juga terjadi dalam domain teknologi informasi yang lain. Kecenderungan umum yang selama ini terjadi, ialah bahwa akselerasi perkembangan teknologi berbanding lurus dengan masyarakat pengguna yang memenfaatkannya dengan tepat, sedangkan bagi masyarakat awam atau hanya sekadar pengguna ikut-ikutan, akselerasinya cenderung lebih lambat. Padahal, teknologi telekomunikasi dibuat dalam rangka meluluskan segala macam keperluan manusia dengan basis pemikiran globalisasi yang konstruktif. Dengan kata lain, pada konteks SMS, bahwa motivasi sebagian besar masyarakat Indonesia dalam pemanfaatan mesti terus diperbarui hingga bertambah dari sekadar fungsi hiburan dan hubungan kekeluargaan. Lebih umum, demikian juga terkait dengan penggunaan ponsel sebagai medium teknologi SMS, masyarakat mesti berpaling dari hal-hal yang tidak perlu (dengan alasan gengsi dan sebagainya) menuju hal-hal yang memang dibutuhkan saja, agar tidak terjerembab dengan pola konsumerisme. Dengan demikian, segala sesuatunya tidak hanya menjadi lebih efektif, namun juga lebih efisien.

Akan tetapi, secara psikologis, justru SMS memunculkan bentuk-bentuk positif tertentu. Bagi mereka yang cenderung introvert (pendiam/pemalu), SMS dapat dijadikan sebagai alat latih ekspresi diri kepada seseorang yang ingin dikenalnya lebih dekat. Tidak jarang, pada realitas sehari-hari, dalam tindakan permintaan maaf, pernyataan cinta, pengungkapan puisi indah, atau memuji, seseorang tidak cukup berani untuk mengungkapkannya secara verbal. Maka, peran SMS menjadi signifikan dalam pengungkapan hal-hal tersebut. Pola verbal ditransformasi melalui medium teks dalam ungkapan yang dapat menjadi lebih elegan.

Kemampuan ini pulalah yang kemudian mendorong Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut memanfaatkan SMS ini dengan tujuan menampung berbagai aspirasi dari rakyatnya. Langkah presiden tersebut kemudian diikuti oleh pemerintah daerah di berbagai tempat. Setidaknya, ini merupakan bentuk perhatian dan kedekatan dari pemimpin terhadap rakyatnya berbasis teknologi informasi.

Teknologi informasi memang mampu menembus ruang dan waktu. Dengan fasilitas SMS, pemimpin dan rakyatnya seolah tak berjarak lagi. SBY memilih SMS sebagai jembatan komunikasinya dengan publik. Publik pun antusias menggunakan pilihan komunikasi tersebut. Agar komunikasi lewat SMS menjadi terbuka, bukan sekadar komunikasi dua arah, beberapa media massa baik cetak, audio-visual maupun online kini mulai membuka ruang guna menampung SMS dari publik. Dengan demikian, maka terbentuklah ruang opini publik khusus lewat SMS.

Melihat maraknya penggunaan media SMS oleh kalangan pemerintah dan pihak terkait lainnya, merupakan peluang tersendiri bagi beberapa operator selular. Dengan jumlah penduduk Indonesia yang besar, membuka para operator bersaing untuk menduduki posisi market leader.

Persaingan para operator tersebut makin terlihat ’gila-gilaan’ akhir-akhirnya ini, mulai dengan penggunaan tarif hemat yang diberlakukan sesama pengguna produk satu operator yang sama sampai dengan pemberian bonus yang begitu menggiurkan siapa saja yang akan membaca iklan-iklannya di media cetak.

Ber'SMS' Inovatif dari XL Axiata

Bila mengurai gebrakan dalam menghadirkan komunikasi publik, operator Excelcomindo Pratama yang kini berganti nama menjadi XL Axiata menjadi terdepan. Namun, pada kesempatan ini saya hanya akan menguraikan tiga terobosan memiliki kontribusi besar dalam perjalanan inovasi pesan singkat di tanah air.

Maret 2008, terobosan XL dengan menghadirkan XL SMS Group merupakan pencapaian luar biasa dimasa itu. Layanan ini memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk melakukan pengiriman SMS kepada sekelompok pelanggan yang telah didefinisikan terlebih dahulu. Pelanggan yang sudah terdaftar dalam suatu komunitas dapat menjadi anggota dalam komunitas lainnya. Layanan ini terbuka bagi seluruh pelanggan XL, baik XL Xplor, XL bebas maupun XL Jempol.

Sebelum menggunakan layanan ini, terlebih dahulu pelanggan membentuk grup komunitas SMS. Pengguna layanan ini terdiri atas pelanggan pembentuk yang akan bertindak sebagai moderator atau pemilik grup dan pelanggan XL yang bertindak sebagai anggota. Selanjutnya XL akan memberikan nomor kode akses yang sesuai dengan nama grup yang diinginkan oleh moderator. Ketika pelanggan mengirim SMS ke sesama anggota grupnya, maka akan dikenakan SMS sebesar Rp 100.

Program inipun mendapat sambutan dari pelanggan, dalam hitungan kurang dari tiga minggu sejak diluncurkan tanggal 3 Maret 2008 tercatat lebih dari 3500 XL SMS Grup telah terbentuk (SWA, 27 Maret 2008).

Kiprah XL tidak hanya itu, dalam urusan menggalang dana bagi meringankan beban masyarakt juga dilakoni. Dalam catatan saya setidaknya XL pernah mengeluarkan terobosan SMS Infaq. Layanan telekomunikasi ini mendukung aktivitas seluruh pelanggan dalam menjalankan ibadah di bulan suci yang lalu. Program tersebut merupakan program berbagi untuk sesama di bulan yang berkah dengan SMS. Infaq yang dikenakan sebesar Rp 5000 dengan cara mengetik SMS INFAQ lalu mengirimkan 5000, atau untuk nominal infaq Rp 2000 dengan ketik INFAQ lalu mengirimkan SMS ke 2000. Hasil SMS Infaq tersebut disalurkan untuk anak yatim dan kaum dhuafa melalui Majelis Taklim XL (MTXL) bekerjasama dengan PKPU (Pos Keadilan Peduli Ummat). Penggalangan dana pun dilakukan XL terhadap peristiwa gempa Tasikmalaya dan Padang (September 2009) yang dikenal dengan layanan SMS Donasi.

Gagasan dan gebrakan dari operator yang sukses menaikan jumlah pelanggan disepanjang tahun 2009 lalu (pertumbuhan 21%), dengan capaian jumlah pelanggan 31,4 juta, dan jumlah pelanggan RGB (Revenue Generating Base) meningkat sebesar 49% menjadi 31,1 juta pelanggan menjadikan operator XL menghasilkan terobosan lain dari pada lain.

Awal tahun 2009 lalu, XL mengeluarkan fitur SMS terbaru sebagai layanan VAS (Value Added Service) berbasis SMS yang pertama di Indonesia. Memang saat ini baru XL yang mengembangkan layanan SMS inovatif di tanah air. Layanan tersebut dinamakan SMS Plus. SMS Plus adalah pengembangan dari layanan SMS dan terdiri dari beberapa layanan antara lain seperti Auto Reply, Auto Forward, Auto Copy, dan beberapa fitur lainnya.

Fitur-fitur yang dimiliki XL SMS Plus dapat dikategorikan dalam empat hal: pertama, SMS Auto Reply. Fitur ini memberikan kemudahan bagi pelanggan untuk membuat pesan khusus (customize) yang akan dibalasnya secara personal. Kedua, Auto Forward. Fasilitas ini mengkedepankan kemudahan bagi pelanggan untuk dapat meneruskan SMSnya ke nomor yang didaftarkan. Ketiga, Auto Copy – untuk yang satu ini pelanggan dapat mengcopy ke nomor yang didaftarkan. Terakhir, fitur Auto Blacklist. Fitur ini memberikan keleluasaan bagi pelanggan untuk menolak SMS yang dikirimkan oleh nomor ponsel tertentu yang didaftarkan.

Layanan XL SMS Plus berlaku baik bagi pelanggan XL Prabayar maupun XL Pascabayar. Pelanggan dapat menggunakan layanan pada beberapa kondisi seperti pada saat meeting, travelling, atau pada saat berada di luar area jangkauan jaringan XL sekalipun. Biasanya pada kondisi seperti ini pelanggan tidak dapat menerima SMS atau melakukan reply SMS, namun dengan layanan 'SMS Plus' masih memungkinkan pelanggan untuk me-reply, forward, atau copy SMS ke nomor ponsel lain.

Terobosan yang inovatif semacam inilah yang semakin menjadikan operator ini perlahan demi perlahan mampu berlari mengejar hingga mendahului pesaing lainnya. Catatan yang paling penting adalah menantikan inovasi XL terutama pada layanan SMS ataupun yang lainnya yang bisa langsung disinergikan dengan kebutuhan pemerintah. Semoga dengan terobosan inovatif bisa tumbuh sebagai alternatif yang menjadikan SMS sebagai media komunikasi publik antara pemerintah dan rakyatnya dengan kolaborasi XL.***


Prakoso Bhairawa Putera

*tulisan ini merupakan sumbangan pemikiran dalam Lomba Karya Tulis XL Award 2009
READ MORE - SMS dan Komunikasi Publik

Inovasi Sebagai Urat Nadi Kehidupan

Publikasi Pikiran Rakyat (Bandung), 26 Januari 2010

Ada satu catatan penting dalam seratus hari pemerintahan SBY jilid II, khususnya di bidang riset dan teknologi. Catatan ini bisa dijadikan semacam perhatian lebih dari pemerintah, untuk mengedepankan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada acara Silahturahmi dengan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Masyarakat Ilmiah 20 Januari lalu, secara tegas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, "Inovasi sebagai urat nadi kehidupan harus ada sistem dan lingkungan yang melahirkan inovator". Kalimat ini menegaskan, penguasaan iptek berperan dalam menentukan dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa.

Komitmen untuk mendorong inovasi di berbagai sektor dalam skala nasional semakin diperjelas, dengan membentuk Komite Sistem Inovasi Nasional dalam waktu dekat. Kondisi ini semakin mengukuhkan niat besar pemerintah terhadap iptek di negeri ini. Bahkan, program seratus hari Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT), secara jelas menggariskan untuk meletakkan inovasi sebagai ujung tombak jualan kementerian ini, selain membenahi kelembagaan penelitian dan pengembangan di Indonesia. Pembenahan terhadap kelembagaan benar-benar penting, mengingat sering munculnya tumpang tindih dan kurang efisiensinya anggaran yang diakibatkan munculnya sejumlah penelitian yang sama dengan objek yang sama juga. Walaupun harus diakui, gebrakan kementerian tersebut kalah terdengar dengan peliknya permasalahan bangsa akhir-akhir ini.

Sukses menyusun grand design atau yang dikenal dengan Renstra Kementerian 2010-2014 akan menentukan arah kegiatan KNRT selama lima tahun ke depan dengan tiga konsep utama, ternyata hingga seratus hari belum cukup untuk mengangkat pamor di bidang iptek.

Sejumlah catatan pun muncul dari beberapa kalangan. Sebut saja Roy Suryo pada salah satu media terbitan ibu kota menjelaskan bahwa kurang tampaknya program dari KNRT karena program belum memaksimalkan keterbutuhan riset teknologi kelautan dan pertanian. Padahal, kajian-kajian semacam ini sangat dibutuhkan dan bisa digunakan masyarakat.

Anggota komisi VII DPR RI Muhammad Idris Lutfi mengatakan, siapa pun yang menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi akan kesulitan untuk mengembangkan riset nasional, selama sistemnya tidak diubah. Bahkan, revisi terhadap UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek – SISNAS P3IPTEK perlu dilakukan. Pernyataan ini sejalan dengan hasil penelitian Sri Mulatsih, dkk., (2009) terhadap UU tersebut dengan melihat masih umumnya UU SISNAS P3IPTEK, sehingga pasal-pasal terkait dengan sistem kelembagaan, jaringan, dan sumber daya iptek perlu untuk diberikan turunannya dalam kebijakan seperti peraturan pemerintah ataupun yang sejenis, untuk memaksimalkan peran ketiga pokok tersebut dalam pencapaian optimalisasinya.

Tiga konsep

Peletakan tiga konsep utama pada grand design Renstra KNRT merupakan solusi untuk menyelesaikan masalah, yang ditenggarai sebagai hambatan efektivitas dan efisiensi aktivitas riset selama ini. Ketiga konsep ini adalah konsep fasilitasi proses perolehan hak paten dan kepemilikan hak kekayaan intelektual bagi produk teknologi dan produk kreatif lainnya, kebijakan peningkatan efektivitas riset secara sinergi antara perguruan tinggi dan lembaga penelitian di luar perguruan tinggi, serta kebijakan peningkatan kemampuan inovasi dan kreativitas di kalangan pemuda.

Selain itu, komitmen untuk melaksanakan amanat Presiden Yudhoyono dengan membentuk Komite Sistem Inovasi Nasional, perlu benar-benar terlaksana berikut dengan implementasi kerja yang nyata. Pelaksanaan pengembangan iptek sebagai kegiatan sejalan dengan inovasi menuntut adanya paradigma, yang sama di antara pucuk pimpinan di tiap unsur-unsur Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, untuk benar-benar menjadikan inovasi sebagai urat nadi dalam kehidupan. Komitmen semacam ini dibutuhkan, karena penguasaan iptek merupakan tindakan kerja terencana dan berkelanjutan yang menempatkan pola pikir, investasi, insentif, dukungan kebijakan pemerintah, kolaborasi, serta kesejahteraan pelaku iptek di negeri ini.

Rata Penuh
Seratus hari pencapaian di bidang riset dan teknologi di pemerintahan SBY jilid II, setidaknya berhasil meletakkan dasar untuk pelaksanaan aktivitas dunia riset untuk lima tahun mendatang. Beberapa tindakan nyata dengan membantu pemerintah daerah, yang ingin membangun kawasan percontohan pertanian terpadu semacam agrotechnopark di Kabupaten Ogan ilir, Sumatra Selatan di awal Januari, menjadi langkah yang baik, begitu juga dengan sejumlah kerja nyata lainnya.

Namun, perlu digarisbawahi bahwa pencapaian seratus hari bidang riset dan teknologi berbeda dengan bidang lain, karena sifat dari riset dan teknologi bukanlah instan. Terlebih, jika berbicara tentang inovasi. Butuh waktu dan komitmen yang berkelanjutan, sehingga hasil-hasil dari riset dapat benar-benar dimanfaatkan. Meletakkan landasan yang kuat dan terarah untuk dunia iptek merupakan hal penting.

Semoga tiga program utama di bidang riset dan teknologi ini dengan didukung program-program lainnya, bisa menjadi jalan baru perkembangan iptek Indonesia di masa mendatang. Kunci sukses program tidaklah sulit, tetapi butuh dukungan yang kuat dari semua pihak. Komitmen adalah kata kuncinya dan semoga komitmen benar-benar menjadi kata, yang tidak hanya terlontar dari bibir tetapi benar-benar ditaati dan ditegakkan.***

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera
Penulis, Peneliti Muda Kebijakan dan Perkembangan Iptek – LIPI Jakarta
(tulisan merupakan opini pribadi penulis dan bukan opini mewakili lembaga).
READ MORE - Inovasi Sebagai Urat Nadi Kehidupan

Menanti Peran Pengelola Perbatasan

Publikasi Suara Karya (Jakarta), 26 Januari 2010

Sudah sejak lama muncul wacana untuk menghadirkan sebuah badan pengelolaan perbatasan yang secara terorganisasi di bawah salah satu kementerian. Secara sederhana saya menyebutnya dengan "pengelola perbatasan". Kehadiran badan ini sangat penting sehingga belum terbentuk pun deretan pekerjaan rumah telah menanti.

Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan atau yang akan kita singkat dengan BNPP adalah sebuah institusi di bawah Kementerian Dalam Negeri. Kemunculan badan ini bukan hanya isapan jempol. Dalam beberapa pemberitaan di media usai rapat koordinasi politik dan keamanan (polkam), 5 Januari 2010, Gamawan Fauzi mengemukakan hal ini. Bahkan, perangkat legal formal pembentukan badan telah sampai tahap finalisasi dan siap dilegalkan oleh presiden.

Pembentukan badan itu merupakan amanat Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara, terutama pada Bab IV Kelembagaan. Sesuai dengan Pasal 14 ayat (1), untuk mengelola batas wilayah negara dan mengelola kawasan perbatasan pada tingkat pusat dan daerah, pemerintah pusat dan pemerintah daerah membentuk Badan Pengelola Nasional dan Badan Pengelola Daerah.


Badan tersebut bertanggung jawab langsung kepada presiden dengan tugas dan fungsi dalam menetapkan kebijakan program pembangunan perbatasan, menetapkan rencana kebutuhan anggaran, mengoordinasi pelaksanaan, dan melaksanakan evaluasi dan pengawasan. Tugas semacam ini secara normatif telah diatur dalam undang-undang, namun masih panjang deretan catatan tugas yang akan menjadi rutinitas badan itu.

Kita akan sepakat bahwa selama ini permasalahan perbatasan begitu penting, tapi upaya pengelolaan terhadap wilayah yang menjadi simpul terluar dan terdepan di negara kesatuan ini kurang diperhatikan. Hal ini terlihat dengan masih maraknya tindakan-tindakan yang kurang menyenangkan di perbatasan darat, laut, dan udara.

Penyelundupan perdagangan perempuan dan anak melalui jalur darat di perbatasan Indonesia-Malaysia di Pulau Kalimantan, berpindahnya tapal batas di perbatasan darat di Pulau Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua, masuk dan beroperasinya kapal-kapal nelayan asing di perairan Indonesia, misalnya, merupakan bukti kurang maksimalnya pengelolaan wilayah perbatasan tersebut. BNPP dirancang untuk dapat memenuhi rasa keadilan dan kedaulatan wilayah perbatasan sebagai bagian dari kepulauan Indonesia.

Pembentukan badan itu tepat karena untuk menghindari kepentingan dalam penanganan masalah yang sifatnya parsial (terpisah-pisah). Selain itu, lemahnya dukungan terhadap data yang akurat sehingga penanganannya kadang-kadang berlarut-larut. Keseriusan untuk benar-benar mengoordinasikan kebijakan penanganan permasalahan perbatasan terlihat dengan jalur satu pintu melalui Departemen Dalam Negeri, dan selanjutnya berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait dalam penanganan. Konsep ini akan memudahkan dalam pemetaan dan action sehingga nantinya tidak dijumpai tumpang tindih dalam penanganan ataupun pengelolaan wilayah perbatasan.

Tidak hanya itu, isu seputar politik, hukum, keamanan, kemiskinan ataupun perekonomian daerah menjadi pokok poin yang tetap diperhatikan dan selalu diperhatikan untuk kemudian dicarikan jalan keluarnya. Wilayah perbatasan, seperti dikemukakan oleh Harmen Batubara (2006), memiliki sejumlah permasalahan, khususnya di sekitar pulau-pulau kecil terluar. Sebagai contoh, minimnya sarana dan prasarana. Hal ini dapat dilihat mulai dari belum adanya "apa-apa" sama sekali: tidak ada sarana jalan, belum ada terminal, tidak punya pelabuhan laut dan sarana angkutan.

Selain itu, untuk yang sudah berpenghuni pun, umumnya prasarana air, terlebih lagi irigasi untuk menunjang kegiatan pertanian, belum ada atau jauh dari memadai. Demikian pula dengan jangkauan pelayanan lainnya, seperti sarana listrik dan telekomunikasi. Akses menuju pulau-pulau kecil terluar sangat terbatas. Pada umumnya aksesibilitas menuju pulau-pulau kecil terluar tidak ada atau sangat minim, sehingga sulit mengharapkan sektor perekonomian bisa berkembang secara alami.

Isu klasik mengenai kesejahteraan masyarakat pun hadir di wilayah ini. Kondisi masyarakat umumnya masih tergolong sangat sederhana atau di bawah garis kemiskinan. Pasalnya, kondisi wilayahnya menyebabkan mereka belum dapat memanfaatkan peluang.

Malah pada umumnya mereka lebih mengandalkan negara tetangga. Bahayanya, dan tidak bisa ditampik, bahwa penduduk merasa lebih dekat dengan negara tetangga. Secara geografis pulau-pulau kecil terluar berjarak lebih dekat dengan negara tetangga. Penduduk banyak yang mencari nafkah di negara tetangga karena lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Misalnya, penduduk Pulau Miangas (perbatasan dengan Filipina) dan Pulau Sebatik (perbatasan dengan Malaysia). Begitu juga dengan sarana dan prasarananya, sehingga kegiatan perekonomian lebih dipengaruhi oleh kegiatan yang terjadi di wilayah tetangga.

Disadari atau tidak, wilayah-wilayah perbatasan sangat dipengaruhi arus informasi. Jika kita telusuri, arus informasi yang hadir di wilayah perbatasan sangat didominasi siaran televisi ataupun radio dari negara tetangga. Hal ini sudah lazim terjadi di wilayah daratan perbatasan atau pulau-pulau kecil terluar yang letaknya terisolasi. Sebagian besar hanya dapat mengakses televisi negara tetangga dan sebaliknya tidak bisa menangkap jaringan televisi nasional. Kalaupun dapat, itu dengan kualitas kurang baik.

Kondisi-kondisi semacam ini tentu akan menjadi catatan dan perhatian BNPP dalam pelaksanaan peran terdepan di wilayah perbatasan. Sebenarnya ada satu catatan penting dalam pengelolaan wilayah perbatasan. Apa pun metode, pendekatan, atau regulasi yang akan digunakan dalam pengelolaan wilayah tersebut, janganlah melupakan penegakan rasa-rasa persamaan hak sebagai bagian dari bangsa dan keadilan sebagai penduduk di wilayah negara Republik Indonesia.

Pemenuhan rasa dan hak tersebut menjadi penting untuk menyadarkan saudara-saudara kita di perbatasan sebagai jiwa Merah Putih. Akhirnya, BNPP akan selalu dinantikan perannya dalam pengelolaan perbatasan. ***

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera,
Penulis adalah peneliti muda LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
READ MORE - Menanti Peran Pengelola Perbatasan

BISKOM Edisi Januari 2010

Kamis, 14 Januari 2010

Majalah BISKOM kali ini menampilkan Menteri Negara Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata (Terima kasih kepada Kementerian Negara Riset dan Teknologi (Kemenristek) yang turut mendukung Majalah BISKOM). Dalam kesempatan ini, kami sekaligus menawarkan kepada seluruh pembaca untuk bekerjasama saling menguntungkan dengan Majalah BISKOM, baik berupa pengiriman artikel TI, mengadakan seminar, workshop dan pameran serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaitan dengan dunia TI.

Topik menarik Majalah BISKOM Edisi Januari 2010 diantaranya:

• COVER STORY:
- Menteri Negara Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata, Kemenristek Kembangkan OSS Untuk Industri Kreatif

• FIGURE:
- Kepala BPPT, Marzan Aziz Iskandar, Hapus KTP Ganda dengan e-KTP
- Blender Indonesia Hiza Ro, Open Source Software Adalah Sebuah Jawaban
- Rektor IT Telkom, Husni Amani, Dibutuhkan Link Antara Industri dan Akademik

• HEADLINE:
- 2010, Tahun Animasi Nusantara

• FOCUS:
- Bintang Baru Itu Bernama Nusol
- 2010, Pencurian Identitas Makin Menjadi
- 2010, Teknik Penyebaran Virus Beragam
- Pemda Makin Gencar Tertibkan BTS
- TI Hijau Atasi Kerusakan Lingkungan

• INSPIRATION:
- Dirgayuza Setiawan: Layanan dan Ponsel “Gratis”, Mungkinkah?
- Bob Julius Onggo: Promosi Maksimal Via MySpace
- Prakoso Bhairawa Putera S: Pengarsipan Karya Intelektual Berbasis Digital
- Bambang Dwi Anggono: Kedaulatan Informasi NKRI
- Rocky Marbun: UU ITE Jerat Siulan Luna Maya

• REVIEW & CELLULAR:
- Canon EOS 7D
- Toshiba Satellite U500
- Samsung YP-R1
- Seagate Pulsar
- Genius Heeha 200 dan Trio Racer F1
- Camangi Webstation
- Lenovo IdeaCentre A300
- Sony Ericsson Cybershot C903
- Samsung S5560
- Motorola Milestone
- Nokia 5330 Xpress Music
READ MORE - BISKOM Edisi Januari 2010

Pembangunan Negara Maritim

Kamis, 07 Januari 2010

dipublikasi di Suara Karya (Jakarta), edisi 06 Januari 2010

Oleh Prakoso Bhairawa Putera
Penulis adalah peneliti muda Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta

Ada lima aspek yang dapat menjadi modal utama dalam menopang penguatan pembangunan negara maritim modern di Indonesia. Sepakat dengan Son Diamar (2001), kelima aspek tersebut dapat menjadi pengamanan dan penguatan wilayah maritim Republik Indonesia secara terpadu. Masing-masing aspek tersebut memberikan pemahaman saling mendukung dan menguatkan.

Peneguhan pemahaman terhadap wawasan maritim yang menjadi pilar pertama dapat dilakukan dengan menumbuhkan kembali kesadaran geografis. Kesadaran geografis dapat dipahami dengan memberikan pengertian bahwa Indonesia adalah bangsa yang menempati kepulauan, dengan memiliki sumber daya alam (SDA) yang kaya tidak hanya di darat, tetapi juga di laut, dengan sistem nilai budaya bahari yang terbuka dan egaliter.

Upaya membangun kembali kesadaran wawasan maritim ini dilakukan melalui penyempurnaan kurikulum pendidikan nasional, pendidikan dan latihan bagi aparatur, dan sosialisasi melalui multimedia. Sosialisasi melalui multimedia diharapkan dapat memenuhi tuntunan global terhadap sarana pembelajaran dan pemahaman yang lebih mengena dan interaktif. Penyempurnaan kurikulum pendidikan nasional dilakukan dengan penambahan materi-materi yang berorientasi pada pengetahuan dan pemahaman terhadap laut dan perikanan Nusantara.

Selain itu, langkah taktis dengan sosialisasi wawasan lingkungan hidup dan sistem nilai kosmopolitan serta proses kelembagaan masyarakat maritim yang self regulating akan sangat membantu.

Pilar selanjutnya adalah dengan penegakan kedaulatan yang nyata di laut. Pilar ini dapat dibangun dengan sistem pertahanan (defense), keamanan (constabulary), dan pengendalian (civilian monitoring, control, and surveillance), beserta penegakannya (enforcement) yang utuh dan berkesinambungan. Aspek-aspek yang dikembangkan dari pilar ini meliputi kejelasan fungsi, integrasi, kecukupan perangkat (keras, lunak, sumber daya manusia/SDM), dan sistem serta prosedur yang memadai.

Pembangunan industri maritim sebagai pilar ketiga memberikan kontribusi akan keberadaan negara maritim yang modern dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan iptek tersebut teraplikasikan melalui penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek dalam bidang industri maritim. Kepentingan riset dan pengembangan iptek di bidang ini dapat diselaraskan dengan UU No 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek dan juga UU Perikanan.

Adapun langkah nyata pengembangan dan pembangunan industri maritim dapat dilakukan melalui, pertama, industri perikanan. Saat ini industri perikanan memiliki kontribusi yang kecil terhadap pendapatan nasional dan kurang menyejahterakan rakyat (nelayan tetap miskin), padahal potensi sektor ini menjadi salah satu yang terkemuka sekurang-kurangnya di Asia.

Kedua, industri pelayaran. Tak dapat dimungkiri, industri pelayaran menjadi pilihan utama angkutan ekspor-impor dan pilihan setengah dari angkutan domestik dilayani kapal-kapal berbendera asing. Melalui industri pelayaran yang mandiri, setidaknya Indonesia dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri, melalui penerapan asas cabotage dan pembangunan kembali armada niaga modern dan tradisional.

Ketiga, industri pariwisata bahari. Sektor ini bukan hanya isapan jempol belaka. Dengan adanya dukungan potensi yang dimiliki, tiap perairan Indonesia berpeluang menjadi tujuan wisata bahari terbesar di dunia. Sebab, kawasan maritim Indonesia merupakan bagian terbesar dari kawasan Aseanarean, yang jauh lebih kaya dan memiliki pesona terbaik jika dibandingkan dengan kawasan lain seperti Meditteranean dan Caribbean. Kekuatan ini dapat dikembangkan melalui penyiapan kawasan, event development, dan deregulasi antara lain CAIT (Cruising Approval for Indonesian Territory) dan CIPQ (custom, immigration, port clearance, and quarantine), serta penyiapan masyarakat lokalnya sebagai pemandu.

Kesuksesan pembangunan industri tersebut dapat dicapai dengan adanya dukungan penuh melalui alokasi anggaran dan kemudahan pajak serta kredit, otonomi daerah, dan keikutsertaan masyarakat setempat (stakeholders menjadi shareholders), di mana pemerintah pusat menjadi fasilitator. Dengan demikian, pada akhirnya dalam pembangunan industri maritim, sistem pengamatan dan pengamanan seharusnya tidak menjadi penghalang, tetapi justru memudahkan dan bahkan mengawal industri maritim agar tumbuh besar, sehingga dapat membiayai pengamanan. Industri maritim juga harus mampu menyejahterakan rakyat banyak, dengan cara menjadi milik rakyat banyak, yang dapat mengurangi potensi konflik strata dan antarkelompok sosial.

Pilar keempat meletakkan pentingnya penataan ruang wilayah maritim. Kondisi ini menginginkan terciptanya tata ruang yang terpadu antara daerah pesisir, laut, dan pulau-pulau untuk menghasilkan sinergi dan keserasian antardaerah/kawasan, antarsektor, dan antarstrata sosial, yang berwawasan lingkungan. Penataan itu diupayakan melalui pemberlakuan sistem dan prosedur pengelolaan kawasan dan pembangunan infrastruktur, di mana kewenangan ada pada pemerintah daerah kabupaten/kota, dengan mengikutsertakan masyarakat, yang dikoordinasi oleh gubernur dan pemerintah pusat sebagai fasilitator.

Terakhir, penegakan sistem hukum maritim. Penegakan dapat dibangun dengan ocean policy yang lengkap, mulai dari yang bersifat "payung" (undang-undang pokok) sampai dengan yang bersifat operasional, baik hukum publik maupun hukum perdata yang mengakomodasi hukum adat. Di samping itu, sebagai negara maritim terbesar, Indonesia perlu memiliki sistem peradilan (mahkamah) maritim.

Ocean policy menjadi sebuah pilihan wajib dan keharusan yang dilakukan pemerintah dan semua komponen bangsa untuk mengedepankan sektor kelautan dalam kebijakan pembangunan nasional. Dalam memformulasikan kebijakan tersebut masih dilihat secara kesejarahan bahwa kemajuan peradaban bangsa Indonsia dibangun dari kehidupan masyarakat yang sangat tergantung pada sumber daya pesisir dan lautan. ***
READ MORE - Pembangunan Negara Maritim

Burj Dubai Tertinggi di Dunia

Senin, 04 Januari 2010

TAUKAH Kita,..bangunan tertinggi di dunia saat ini????
JAWABANNYA adalah BURJ DUBAI di Dubai

Sebuah proyek prestisius berhasil diselesaikan. Gedung Burj Dubai yang memiliki 160 lantai berdiri megah dan akan diresmikan di Dubai, Emiriah Arab Bersatu (UAE), Senin (4/1). Pembangunan Burj Dubai dilakukan salah satu perusahaan properti terbesar di UAE, Emaar, bekerjasama dengan perusahaan arsitektur dan teknik sipil asal Chicago, Amerika Serikat yakni Skidmore, Owings and Merrill (SOM).


Menjelang peresmiannya, lantai teratas dijaga ketat dan tertutup. Dengan begitu belum bisa dipastikan ketinggian gedung yang dibangun pada 2004 silam. Diperkirakan tingginya mencapai lebih dari 800 meter dan mengalahkan Taipei 101 di Taiwan dengan ketinggian 508 meter. Sebelumnya Taipei 101 tercatat sebagai gedung tertinggi di dunia yang pernah dibangun.

Bentuk gedung unik seperti jarum menjulang tinggi ke langit. Ketinggiannya gedung juga menjadi daya tarik. Gedung ini mempunyai 1.044 apartemen dan 49 lantai ruang kantor serta hotel. Diperkirakan pembangunan menghabiskan biaya sekitar US$ 20 miliar. Meski sempat diguncang krisis utang, pembangunan gedung diselesaikan tepat waktu

Informasi Burj Dubai
Burj Dubai (bahasa Arab untuk 'Menara Dubai') adalah sebuah pencakar langit yang masih dalam konstruksi di Dubai, Uni Emirat Arab. Ketinggian pencakar langit ini masih dirahasiakan sampai bangunan selesai, meskipun baru-baru ini, telah diumumkan pada tanggal 19 Januari 2009 oleh kontraktor yang bekerja di proyek ini, kalau top out berada di ketinggian 818 meter (2.683 kaki).

Meski belum selesai sepenuhnya, Burj Dubai telah menjadi bangunan tertinggi di dunia yang pernah dibuat oleh manusia. Dimulai dari melewati ketinggian Taipei 101 sebagai bangunan tertinggi di dunia pada 21 Juli 2007. Pada tanggal 12 September 2007, Burj Dubai berhasil melewati ketinggian CN Tower sebagai struktur bebas (tanpa penyangga) tertinggi di dunia dan pada tanggal 7 April 2008struktur tertinggi di dunia dari Menara KVLY-TV yang berada di Blanchard, North Dakota, Amerika Serikat berhasil dilewati. Ketinggian pastinya masih dirahasiakan sampai bangunan selesai, namun dipercayai kira-kira 818 meter (2.683 kaki). Struktur tertinggi yang pernah dibuat oleh manusia,Menara Radio Warsawa 645,4 m (2.120 kaki) dibuat pada 1974 (namun runtuh pada saat renovasi pada 1991) berhasil dilewati pada 1 September 2008.

Rekor lain

Menara ini akan mempunyai elevator tercepat dengan kecepatan 60 km/jam atau 16.7 m/s.
Bangunan dengan paling banyak lantai: 160 (sebelumnya Menara Willis dan World Trade Center - 110 lantai)

Sumber :Liputan6.com, Wikipedia.com, dll
READ MORE - Burj Dubai Tertinggi di Dunia

 
 
 

BERGABUNG DENGAN BLOG INI

PENJAGA LAMAN

Foto Saya
prakoso bhairawa
Lahir di Tanjung Pandan (pulau Belitung), 11 Mei 1984. Ia memiliki nama pena KOKO P. BHAIRAWA. Duta Bahasa tingkat Nasional (2006) ini kerap menulis di berbagai media cetak Nasional dan Daerah. Buku-bukunya: Megat Merai Kandis (2005), La Runduma (2005), Ode Kampung (2006), Uda Ganteng No 13 (2006), Menggapai Cahaya (2006), Aisyah di Balik Tirai Jendela (2006), Teen World: Ortu Kenapa Sih? (2006). Asal Mula Bukit Batu Bekuray (2007), Medan Puisi (2007), 142 Penyair Menuju Bulan (2007), Ronas dan Telur Emas (2008), Tanah Pilih (2008), Putri Bunga Melur (2008), Aku Lelah Menjadi Cantik (2009), Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009), Cerita Rakyat dari Palembang (2009), Wajah Deportan (2009), Pendekar Bujang Senaya (2010), Ayo Ngeblog: Cara Praktis jadi Blogger (2010), dan Membaca dan Memahami Cerpen (2010). Tahun 2009 menjadi Nominator Penulis Muda Berbakat – Khatulistiwa Literary Award. Saat ini tercatat sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Beralamat di koko_p_bhairawa@yahoo.co.id, atau di prak001@lipi.go.id
Lihat profil lengkapku