SUDAH PINDAH RUMAH -> ADA KOKO

Pemberantasan Illegal Fishing

Kamis, 02 April 2009

Tulisan ini dipublikasi di Harian Bangka Pos, edisi 01 April 2009. Edisi cetak bisa dilihat disini (klik berikut ini)

Penulis: Prakoso Bhairawa Putera S
(Civitas Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta)

Untuk mengatasi “kekosongan” armada tangkap nasional di perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI), maka perlu dilakukan penguatan armada tangkap nasional. Dengan demikian, armada tangkap nasional tidak akan menjadi tamu di wilayah negaranya sendiri, sebagaimana yang terjadi sekarang ini.

Kompleksitas permasalahan illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing di wilayah perairan Indonesia setidaknya disebabkan oleh dua hal, pertama, ketidak jelasan peraturan perundang-undangan yang telah ada.

Hal ini dikarenakan banyaknya kebijakan saling silang, pada akhirnya berujung pada ambiguitas institusi negara mana yang berwenang dalam mengurus permasalahan illegal fishing.

Kondisi semacam ini pun, rawan akan konflik kepentingan antar institusi negara dalam ranahnya masing-masing, ketidakjelasan tersebut juga menciptakan celah bagi para oknum mempermainkan kebijakan yang telah ada.

Hal kedua lebih kepada keadaan pendukung berupa sarana dan prasarana dalam melakukan aktivitas pengawasan dan penegakkan hukum di laut.

Bila boleh jujur, kondisi yang ada saat ini masih sangat lemah, baik dari sisi teknologi maupun sumberdaya manusianya.

Paradigma Pemberantasan

Mengatasi kejahatan IUU fishing bisa dilakukan dengan pendekatan hukum dan ekonomi. Pada aspek hukum, beberapa peraturan internasional harus diperhatikan dan dirujuk oleh pemerintah.

Dunia internasional, memiliki hukum yang sifatnya mengikat (legal binding), yaitu Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982, dan hukum yang tidak mengikat (not legally binding), yaitu Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) tahun 1995, dan International Plan of Action (IPOA) to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing.

FAO juga telah menghimbau anggota negaranya untuk menuangkan IPOA IUU fishing ini kedalam suatu rencana aksi nasional atau National Plan of Action (NPOA).

Dalam perspektif negara berkembang yang memiliki sumberdaya ikan melimpah seperti Indonesia, prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang termaktub dalam CCRF dapat dijadikan panduan penting bagi implementasi perikanan yang bertanggung jawab pada level lokal dan nasional.

Upaya ini diperlukan dalam konteks bahwa Indonesia berkontribusi dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan perikanan global berkelanjutan, seperti halnya amanat Konvensi Hukum Laut 1982 yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

Namun demikian, dalam adopsi CCRF tersebut perlu dilakukan modifikasi atau penyesuaian karena perikanan di negara berkembang adalah multi dan kompleks, tidak hanya melibatkan aspek teknologi, namun juga eksosistem sistem sosial ekonomi masyarakat perikanan.

Meskipun Indonesia telah mencoba mengakomodasi beberapa ketentuan hukum internasional yang berkaitan dengan pemberantasan IUU fishing, yang dituangkan oleh Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, nampaknya Pemerintah Indonesia harus tetap memperhatikan dua perjanjian internasional lagi yang belum diratifikasi, yaitu FAO Compliance Agreement 1993 dan UN Fish Stock Agreement 1995.

Mengingat, kedua perjanjian internasional tersebut sifatnya mengikat, maka untuk meratifikasinya memerlukan kajian komprehensif lebih seksama mengenai pengaruhnya terhadap permbangunan perikanan Indonesia di masa yang akan datang.

Hal ini dikarenakan, agar dikemudian hari pembangunan perikanan Indonesia tidak terjebak dalam ketidakmampuannya pada pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam kedua perjanjian internasional tersebut.

Secara ekonomi, untuk mengatasi IUU fishing adalah penguatan armada tangkap nasional. Berdasarkan data statistik perikanan DKP tahun 2007, jumlah armada perikanan tangkap Indonesia adalah 788.848 unit, terdiri dari armada penangkapan di laut sebanyak 590.314 unit dan armada penangkapan di perairan umum 198.534 unit.

Lebih kurang 50,9 persen dari armada penangkapan ini merupakan perahu tanpa motor, hanya 28,3 persen merupakan motor tempel dan 20,7 persen adalah kapal motor.

Lebih kurang 44,8 persen kapal penangkap ikan ini basisnya terkonsentrasi di Wilayah Indonesia Timur, yaitu dari Jawa Timur (8,7 persen), Maluku (7,5 persen), Sulawesi Selatan (6,9 persen), Sulawesi Tengah (6 persen), Kalimantan Timur (5,5 persen), Sulawesi Tenggara(5 persen) dan Papua (5 persen).

Dengan demikian, armada tangkap nasional didominasi oleh armada tangkap skala kecil yang hanya beroperasi di sekitar pesisir pantai, yaitu perahu tanpa motor dan motor tempel.

Dengan kata lain, daya jangkau armada tangkap nasional ke zona ekonomi eksklusif Indonesia (200 mil) sangat rendah, apalagi untuk memasuki perairan internasional atau laut lepas. Oleh karena itu sangat wajar, bila kapal ikan asing berkeliaran secara leluasa di perairan Indonesia.

Untuk mengatasi “kekosongan” armada tangkap nasional di perairan zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI), maka perlu dilakukan penguatan armada tangkap nasional. Dengan demikian, armada tangkap nasional tidak akan menjadi tamu di wilayah negaranya sendiri, sebagaimana yang terjadi sekarang ini.***

0 komentar:

Posting Komentar

 
 
 

BERGABUNG DENGAN BLOG INI

PENJAGA LAMAN

Foto Saya
prakoso bhairawa
Lahir di Tanjung Pandan (pulau Belitung), 11 Mei 1984. Ia memiliki nama pena KOKO P. BHAIRAWA. Duta Bahasa tingkat Nasional (2006) ini kerap menulis di berbagai media cetak Nasional dan Daerah. Buku-bukunya: Megat Merai Kandis (2005), La Runduma (2005), Ode Kampung (2006), Uda Ganteng No 13 (2006), Menggapai Cahaya (2006), Aisyah di Balik Tirai Jendela (2006), Teen World: Ortu Kenapa Sih? (2006). Asal Mula Bukit Batu Bekuray (2007), Medan Puisi (2007), 142 Penyair Menuju Bulan (2007), Ronas dan Telur Emas (2008), Tanah Pilih (2008), Putri Bunga Melur (2008), Aku Lelah Menjadi Cantik (2009), Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009), Cerita Rakyat dari Palembang (2009), Wajah Deportan (2009), Pendekar Bujang Senaya (2010), Ayo Ngeblog: Cara Praktis jadi Blogger (2010), dan Membaca dan Memahami Cerpen (2010). Tahun 2009 menjadi Nominator Penulis Muda Berbakat – Khatulistiwa Literary Award. Saat ini tercatat sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Beralamat di koko_p_bhairawa@yahoo.co.id, atau di prak001@lipi.go.id
Lihat profil lengkapku